Selama Kebohongan Masih Menggelendoti Tubuh Demokrasi, Pilpres Jurdil Hanya Angan-angan

Selama Kebohongan Masih Menggelendoti Tubuh Demokrasi, Pilpres Jurdil Hanya Angan-angan

Smallest Font
Largest Font

*Selama Kebohongan Masih Menggelendoti Tubuh Demokrasi, Pilpres Jurdil Hanya Angan-angan*

Kadang saya itu dibikin bingung dengan mereka yang berkata bohong demi suatu hal. Oke kalau memang itu demi kebaikan. Tapi kemudian dalam islam menganjurkan agar menjauhi yang namanya kebohongan, dengan perintahnya “katakan yang sebenarnya, walaupun itu pahit”. Saya rasa kejujuran ini juga satu hal mulia yang digaungakan dalam semua agama, karena kita semua ber-Tuhan. 

Nah yang saya herankan saat kebohongan itu digaungkan untuk menipu. Dari satu kebohongan akan muncul kebohongan lain yang menutupi borok di awal. Seterusnya akan berjalan begitu. Alhasil hidup mereka hanya penuh kebohongan. Mereka terjerat dengan tipu muslihat yang dibuatnya sendiri. Ya karena pada akhirnya kebohongan itu membuat mereka berkutat di satu kubangan kotor. 

Hal itu yang nampaknya menyelimuti Koalisi Indonesia Maju. Pencawapresan Gibran adalah awal mula kejujuran dimusnahkan dari hadapan mereka. Ya putusan yang melanggar etik, skenario dari keluarganya, dan tetap berlakunya putusan MK yang juga disebut banyak orang tanpa legitimasi. 

Alat negara yang katanya netral kembali berulah, bukan lagi baliho karena sepertinya cara itu tidak membuat penilaian keduanya membaik di mata publik. Katanya survei mereka itu paling tinggi, sampai keluar narasi menenangkan bahwa junjungan mereka bisa menang satu putaran. Tapi yang mereka lakukan bukannya mengenalkan gagasan ataupun ide sekaligus solusi dari permasalahan yang dihadapi rakyat. 

Karena berada di pemerintahan dan kekuasaan tertinggi di pegang pak Jokowi, mereka ikut menikmati previlegenya menggerakkan roda-roda pemerintahan untuk mengatur kemenangan di kontestasi pilpres nanti. Dengan apa? Kali ini tumbalnya kepala desa dan beberapa pengurus di dalamnya. 

Bukan perorangan yang didatangi. Tidak mau tanggung-tanggung, mereka langsung mengundang kades se-Indonesia untuk deklarasi bersama Prabowo-Gibran sebagai capres-cawapres dukungan mereka. Sontak saja itu membuat banyak kalangan kaget, sekelas anak presiden berani menggunakan koneksi bapaknya untuk mengundang deretan perangkat desa? 

Undangan sudah tersebar bahwa agenda kumpulnya mereka di arena stadium senayan itu untuk deklarasi dukungan kepada salah satu paslon. Tapi hal itu disangkal oleh orang-orang di kubu KIM. Baru bilang paslon lho, mereka sudah kepanasan. Karena capres dan cawapres yang datang di acara berkedok penyampaian aspirasi itu hanya Prabowo-Gibran. 

Emosi habiburrohman memuncak hingga berani mengancam salah satu jurnalis yang menyinggung hal itu. Intimidasinya, si jurnalis akan dilaporkan jika tidak memperbaiki ucapan ataupun pernyataan sekaligus pertanyaannya yang menurut Habib keliru. 

Sontak saja hal itu membuat publik bertanya-tanya, kenapa orang senetral jurnalis pun ikut diancam saat dia mencoba meluruskan apa yang kini terjadi? Dugaan itu bukan tanpa dasar, karena MC menyebut acara perkumpulan para perangkat desa itu adalah salah satu rangkaian untuk mendukung Prabowo-Gibran. 

Habib hanya kekeh pada jawaban bahwa capres-cawapres junjungan mereka hanya datang sebagai tamu undangan. Hm, saya jadi kepo bagaimana rangkaian kata dalam undangan yang menghadirkan para kades dan pamongnya di ibukota. Kira-kira adakah yang mau sukarela membuka kedok itu? Karena sampai hari ini Gibran juga teguh pada pembelaan dia dan capresnya datang sebagai tamu undangan. 

Di luar alasan klasik itu, saya lebih menyoroti tindakan para kades yang seharusnya berbuat netral. Mereka membawa nama warga di daerah mereka tinggal. Posisi mereka juga setara sebagai asn yang sudah diperintahkan presiden agar berbuat netral. Tapi kenapa hari ini justru membelot. 

Dari deklarasi dukungan para kades, menimbulkan sejumlah kritikan keras dari berbagai kalangan. Mulai dari pakar, akademisi, hingga pengamat. Dan pastinya si pembela demokrasi negara ini melontarkan bahwa apa yang dilakukan para kades adalah melanggar konstitusi. 

UU pemilu sudah mengatur larangan berpihak pada salah satu capres-cawapres, sanksi pun diatur di sana. Selain itu, amanat konstitusi perangkat desa sendiri sudah menggamblangkan, perihal dukung-mendukung dalam bentuk aturan tertulis. Tepatnya pada peraturan daerah tentang perangkat desa. 

Kewajibannya secara umum adalah taat patuh pada pancasila, konstitusi negara, dan nkri, melaksanakan kehidupan demokrasi, melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. 

Begitu pula dengan larangannya, diantaranya mengatur laragan berhubungan dengan rekan ataupun atasan untuk keuntungan golongan atau pihak lain. Disana juga disentil agar mereka tidak menerima hadiah atau pemberian apapun, yang berhubungan dengan jabatan yang diembannya. 

Kades adalah kepada daerah di pemerintahan terkecil di negara ini, mereka yang bersinggungan langsung dengan rakyat di perdesaan. Kalau netralitas tidak mereka bawa, bagaimana pandangan rakyat kecil tentang demokrasi di negara ini? Hanya sebatas kata demokrasi saja, tidak lebih dari zaman soeharto dulu yang melanggengkan kekuasaan. Bedanya sekarang lebih ekstrem dengan pengangkangan hukum di MK dan penggerakan alat negara. 

Di awal amanah sebagai perangkat desa yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah di atasan, mereka disumpah dengan janji yang bukan hanya keluar dari mulut tapi juga harus diimplementasikan dalam kepemimpinannya. 

Mereka mendapat kewajiban untuk membina dan mengayomi warganya secara langsung dalam lingkup terkecil. Kalau mereka tidak netral apalagi secara meluas bukan hanya di satu desa saja, tapi toxic menyebar se-Indonesia untuk berpihak pada Prabowo-Gibran. Dimana letak demokrasi itu sebenarnya? Mati, dan orba bangkit perlahan menggantikan runtuhnya demokrasi tadi. 

Sampai detik ini saja presiden masih diam seribu bahasa. Dia hanya menggaungkan kata netral tapi tidak menyisir alat negaranya yang membuat gaduh dan jauh dari tindakan netral. Dengan kondisi hari ini yang penuh akan kebohongan yang bertumpuk menjadi tipu muslihat, masih yakin pilpres nanti berjalan Jurdil?

Oleh : *Prihati Utami*

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    1
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow